Selasa, 10 November 2015

SISTEM KRISTAL DAN DESKRIPSI



SISTEM KRISTAL DAN DESKRIPSI

4.1. Sistem Isometrik


 





                             




Gambar 4.1. Salib Sumbu Sistem Isometrik

Sistem isometrik sering juga disebut dengan sistem regular, ada juga orang yang menyebutnya dengan sebutan kubik, tesseral, atau juga yang menyebutnya dengan tessular
Dalam sebenarnya, axial ratio dari sistem isometrik ini adalah sumbu a sama dengan sumbu b sama dengan sumbu c. Sudut kristalografi dari sistem isometrik ini yaitu sudut α (sudut antara sumbu b dan sumbu c) sama dengan sudut β (sudut antara sumbu a dan sumbu c) dan sama dengan sudut γ (sudut antara sumbu a dan sumbu b) yaitu 90o.
Dalam hal cara penggambarannya, sistem isometrik ini memiliki perbandingan sumbu yaitu sumbu a berbanding dengan sumbu b berbanding dengan sumbu c yaitu sebesar 1 berbanding 3 dan berbanding 3.
Dalam hal penggambaran ini juga terdapat sudut antar sumbu yang terbentuk yaitu antara sumbu a+ dan b- membentuk sudut sebesar 30o.
Menurut Kraus, Hunt, Ramsdell (1959), sumbu a sama dengan sumbu b sama dengan sumbu c, maka dalam apa yang mereka paparkan dalam buku mereka ini mereka menyimpulkan a = b = c disebut juga dengan sumbu a.
Axes kristalografi. Semua kristal yang mana dapat menunjukkan 3 (tiga) yang sama atau serupa dan tegak lurus terhadap sumbu sistem isometrik. Gambar ini menunjukkan persilangan axial. Axis yang pertama menarik vertikal yang keras, yang kedua memperpanjang dari bidang bagian muka atau depan menuju ke bidang bagian belakang, dan yang ketiga dari kanan ke kiri. Semua sumbu yang dapat dipertukarkan, setiap bidang menunjuk dengan “a”. Sejak tidak ada elemen yang tidak mereka ketahui dari sistem kristal ini, semua isi atau pokok, tidak memperhatikan daripada komposisi kimianya, sistem pengkristalan dengan mempunyai bentuk yang sam dengan rasio parameternya harus dari proses keperluan sama sudut-sudut interfacial


 







                                    Gambar 4.2. Salib Sumbu Sistem Cubic


















4.2. Sistem Tetragonal


 




                                                 
                                               



                                   
Gambar 4.3. Salib Sumbu Sistem Tetragonal

Sistem tetragonal ini sering juga disebut dengan sistem quadratic.
Dalam sebenarnya, axial ratio dari sistem tetragonal ini yaitu sumbu a sama dengan sumbu b tetapi tidak sama dengan sumbu c. Sumbu c bisa lebih panjang atau lebih pendek. Jika sumbu c lebih panjang dari sumbu a dan sumbu b disebut bentuk panjang (columnar). Dan jika sumbu c lebih pendek dari sumbu a dan sumbu b disebut bentuk gemuk (stout).
Sudut kristalografi dari sistem tetragonal ini sama dengan sudut kristalografi sistem isometrik yaitu sudut α (sudut antara sumbu b dan sumbu c) sama dengan sudut β (sudut antara sumbu a dan sumbu c) dan sudut γ (sudut antara sumbu a dan sumbu b) yaitu sebesar 90o.
Dalam hal cara penggambarannya, sistem tetragonal ini memiliki perbandingan sumbu yaitu sumbu a berbanding dengan sumbu b berbanding dengan sumbu c yaitu 1 berbanding 3 berbanding 3.
Dalam hal penggambaran ini juga terdapat sudut antar sumbu yang terbentuk yaitu antara sumbu a+ dan b- membentuk sudut sebesar 30o.
Menurut Kraus, Hunt, Ramsdell (1959), sumbu a sama dengan sumbu b tetapi tidak sama dengan sumbu c. Maka dari pada itu, dalam buku ini mereka beranggapan sumbu b dinotasikan dengan a, b merupakan simbol sumbu tambahan.
Axes Kristalografi.  Sistem tetragonal termasuk semua kristal yang mana menunjukkan 3 (tiga) axes yang tegak lurus, dua dari yang menunjukkan sama dan teletak pada permukan horizontal. Termasuk masa dari cabang axes dan menunjukkan sebagai “a” axes.Tegak lurus kepada permukaan dari cabang axes adalah prinsip atau sumbu “c”, menunjukkan mungkin lebih besar atau lebih kecil kemudian “a” axes. Axes ini menunjukkan membagi dua sudut diantar “a” axes dan intermediate axes. Mereka menunjukkan sebagai axes “b”. (lihat gambar dibawah).


                                                                                    Gambar 4.4.
                                                                                    Salib Sumbu Sisitem Tetragonal

























4.3. Sistem Hexagonal dan Trigonal


 











                        Gambar 4.5. Salib Sumbu Sistem Hexagonal dan Trigonal

Sistem hexagonal dan trigonal merupakan sistem kristal yang sama, yang membedakan dari kedua sistem kristal ini adalah jumlah sisinya. Jumlah sisi sistem hexagonal berjumlah 6 buah, sedangkan jumlah sisi sistem trigonal hanya 3.
Dalam sistem kristal ini yang membedakan dari sistem-sistem kristal lain yaitu sistem ini memiliki empat buah sumbu. Dimana terdapat sumbu tambahan sebagai sumbu utama yaitu sumbu d. Sumbu c tegak lurus terhadap ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, sumbu b, dan sumbu d masing-masing membentuk sudut 120o satu terhadap yang lainnya. Dalam sebenarnya, axial ratio dari sistem hexagonal dan trigonal ini yaitu sumbu sama dengan sumbu b sama dengan sumbu d, tetapi tidak sama dengan sumbu c.
Sudut kristalografi sistem hexagonal dan trigonal ini yaitu sudut α (sudut antara sumbu b dan c) sama dengan sudut β (sudut antara sumbu a dan sumbu c) sama dengan 90o. Sedangkan sudut γ (sudut antara sumbu a dan sumbu b) sebesar 120o.
Dalam hal penggambarannya, sistem hexagonal dan trigonal ini memiliki perbandingan sumbu yaitu sumbu a berbanding dengan sumbu b berbanding dengan sumbu c yaitu 1 berbanding 3 berbanding 6.
Dalam hal cara penggambaran ini juga terdapat sudut antar sumbu yang terbentuk yaitu antara sumbu a+ dan b- membentuk sudut sebesar 20o. Selain itu juga terdapat sudut yang terbentuk antara sumbu d- dan b+ sebesar 40o.
Pada penggambaran sistem trigonal, ada hal yang membedakannya dari sistem hexagonal yaitu bila sudah terbentuk bidang dasarnya kemudian dibuat segitiga dengan menghubungkan dua titik sudut yang melewati satu titik sudutnya.
Menurut Kraus, Hunt, Ramsdell (1959), sumbu a disini ada tiga, yaitu a1, a2, a3. Disini, sumbu c merupakan sumbu yang terpanjang. Sumbu utama yang horizontal disebut sumbu a. ketiga sumbu ini dapat dipertukarkan dalam penentuan posis a1, a2, a3. keempat sumbu ini tegak lurus dipermukaan sumbu utama horizontal dan disebut sumbu c. sumbu ini mungkin lebih panjang atau lebih pendek.


 




                                                                       




                        Gambar 4.6. Salib Sumbu Sistem Hexagonal dan Trigonal

















4.4. Sistem Orthorombic.


 



                                               
                                               




                                    Gambar 4.7. Salib Sumbu Sistem Orthormbic

Sistem orthorombic ini sering juga disebut dengan rhombic.
Sistem ini memiliki tiga buah sumbu yang saling tegak lurus, tetapi memiliki panjang yang berbeda. Axial ratio dari sistem orthorombic ini yaitu sumbu a tidak sama dengan sumbu b dan tidak sama dengan sumbu c. Sudut kristalografinya sama dengan sistem isometri dan tetragonal yaitu sudut α (sudut antara sumbu b dan sumbu c) sama dengan sudut β (sudut antara sumbu a dan sumbu c) sama dengan sudut γ (sudut antara sumbu a dan sumbu b).
Dalam hal cara penggambarannya, sistem orthorombic memiliki perbandingan sumbu a berbanding dengan sumbu b berbanding dengan sumbu c yaitu ketiganya berbanding sembarang.
Dalam hal penggambaran ini juga terdapat sudut yang terbentuk antar sumbu yaitu antara sumbu a+ dan sumbu b- membentuk sudut sebesar 30o.
Dalam sistem orthorombic ini, Kraus, Hunt, Ramsdell (1959), penggambaran salib sumbunya sama dengan apa yang kita pelajari selama ini. Akan tetapi, mereka menyebut sumbu a dengan brachyaxis, sumbu b dengan macroaxis, dan sumbu c dengan vertical atau c axis.




4.5. Sistem Monoklin


 









                                    Gambar 4.8. Salib Sumbu Sistem Monoklin

Pada sistem monoklin ini memiliki tiga buah sumbu dan salah satu sumbunya yang tegak luru terhadap yang lainnya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu b, begitu juga sebaliknya sumbu b tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu ini tidak sama panjang. Pada umumnya, sumbu c paling panjang dan sumbu b paling pendek.
Axial ratio dari sistem monoklin ini yaitu sumbu a tidak sama dengan sumbu b dan tidak sama dengan sumbu c. Sudut kristalografi dari sistem monoklin ini yaitu sudut α (sudut antara sumbu b dan sumbu c) sama dengan sudut γ (sudut antara sumbu a dan sumbu b) sebesar 90o. Sedangkan sudut β (sudut antara sumbu a dan sumbu c) tidak sama dengan sudut α dan sudut γ.
Dalam hal cara penggambarannya, sistem monoklin ini sama dengan sistem orthorombic, yaitu sumbu a berbanding dengan sumbu b berbanding dengan sumbu c yaitu ketiga sumbu ini berbanding sembarang. Selain itu, juga terdapat sudut yang terbentuk antar sumbu yaitu antara sumbu a+ dan sumbu b- membentuk sudut 45o.
Dalam sistem monoklin ini, Kraus, Hunt, Rumsdell (1959), penggambaran salib sumbu yang mereka paparakan sama dengan apa yang telah kita pelajari sekarang ini. Akan tetapi, mereka menyebut sumbu a dengan clinoaxis dan sumbu b dengan orthoaxis.





4.6. Sistem Triklin


 










Gambar 4.9. Salib Sumbu Sistem Triklin

Sistem triklin ini memiliki tiga sumbu yang saling tegak lurus, dan panjang masing-masing sumbunya tidak sama.
Axial ratio dari sistemtriklin ini yaitu sama dengan sistem ortorombic dan sistem monoklin, dimana sumbu a tidak sama dengan sumbu dan tidak sama dengan sumbu c. Sudut kristalografi dari sistem triklin ini yaitu sudut α (sudut antara sumbu b dan sumbu c) tidak sama dengan sudut β (sudut antara sumbu a dan sumbu c) tidak sama dengan sudut γ (sudut antara sumbu a dan sumbu b) sama dengan 90o.
Dalam hal cara penggambarannya, sama juga dengan sistem orthorombic dan sistem monoklin yaitu sumbu a berbanding dengan sumbu b dan berbanding dengan sumbu c yaitu ketiganya berbanding sembarang. Selain itu, juga terdapat sudut yang terbentuk antar sumbu, yaitu a+ dan b- membentuk sudut sebesar 45o. Dan juga antara sumbu b- dan c+ sebesar 80o.
Seperti dua sistem yang sebelumnya, Kraus, Hunt, Ramsdell (1959), juga memaparkan dalam penggambaran sistem triklin ini sama dengan apa yang telah kita pelajari sebelumnya. Akan tetapi, mereka menyebut sumbu a dengan brachyaxis, sumbu b dengan macroaxis, dan sumbu c dengan vertical axis.

PROYEKSI KRISTALOGRAGI



PROYEKSI KRISTALOGRAGI

3.1. Proyeksi Orthogonal
               Seperti pelajaran yang sudah kita ketahui bersama dan yang sudah kita peroleh bahwa prinsip proyeksi kristalografi adalah penggambaran kembali setiap bidang kristal menjadi suatu titik. Penggambaran ini dilakukan dengan cara penentuan posisi bidang kristal tersebut. Caranya dengan menarik garis tegak lurus atau menarik garis normal dari suatu pusat kristal terhadap bidang kristal sehingga memotong bidang proyeksi, dimana kristal seolah–olah ditempatkan pada pusat bola. Proyeksi bidang muka kristal yang berbentuk titik pada bidang proyeksi merupakan proyeksi Kristalografis dari suatu kristal.
               Adapun beberapa proyeksi kristalografi adalah Orthogonal dan Stereografis. Proyeksi orthogonal adalah proyeksi dimana bidang proyeksinya dapat diletakkan dimana saja pada arah tertentu dari bola. Tetapi pada umumnya bidang proyeksi orthogonal terletak di utara yang tegak lurus terhadap sumbu (U) dan selatan (S) di atas proyeksi gnomonik yaitu berupa bidang orthogonal (o). Cara proyeksinya dilakukan dengan cara menarik garis tegak lurus dari titik–titik berupa kutub–kutub bola ke bidang proyeksi orthogonalnya.
               Proyeksi orthogonal ini juga digunakan untuk mendapatkan gambar 3 dimensional dari suatu bentuk kristal di atas bidang kertas. Pelukisan atau penggambaran tersebut dapat di lakukan dengan cara sebagai berikut :






1.      Penggambaran Salib Sumbu
Salib sumbu digambarkan berdasarkan table dibawah ini:
Tabel 3.1. Penggambaran Salib Sumbu
No
Sistem Kristal
Axial Ratio
Sudut Kristalografi
1
Isometric
a : b : c = 1  3 : 3
a+^b- = 300
2
Tetragonal
a : b : c = 1  3 : 6
a+^b- = 300
3
Hexagonal
a : b : c = 1  3 : 6
a+^b- = 200;d-^b+ = 40
4
Trigonal
a : b : c = 1  3 : 6
a+^b- = 200;d-^b+ = 40
5
Orthorombic
a = b = c = sembarang
a+^b- = 300
6
Monoklin
a = b = c = sembarang
a+^b- = 450
7
Triklin
a = b = c = sembarang
a+^b- = 450;d-^b+ = 80
     
2.      Penggambaran Bentuk Kristal
v  Cari semua simbol bentuk kristal yang ada pada octant I yaitu semua bidang yang memotong sumbu a+, b+, c+.
v  Ubah simbol tersebut ke Indiches Weisz
v  Plotkan seluruh parameter kesusunan saib sumbu, dan hubungkan semua titik hingga membentuk garis–garis. Upayakan penarikan garis dari semua garis dapat terkombinasikan sehingga titik potongnya menghasilkan bidang–bidang semu dari bentuk yang diinginkan.
v  Bidang yang terbentuk diproyeksikan dengan cara simetrik keberbagai octant
v  Perjelas garis–garis rusak kridital dan hilangkan garis bantu yang dibuat sebelumnya
v  Lengkapi gambar tersebut dengan indices dan unsur–unsur simetrisnya

3.2. Proyeksi Stereografis
               Pada prinsipnya proyeksi stereografis bidang proyeksinya merupakan bidang ekuator bola atau bidang horizontal yang melalui bidang ekuator bola. Berdasarkan hasil penampakan maka setelah bidang–bidang kristal diproyeksikan pada bidang bola yang berada pada hemisfir atas (utara) dalam bentuk–bentuk titik atau kutub–kutub (Titik E dan D) selanjutnya ditarik garis dari kutub tersebut ke kutub selatan (S). Perpotongan garis yang ditarik dari kutub utara ke kutub selatan menembus bidang ekuator di titik E dan D berupa titik yang menyebar pada bidang stereografis dengan titik penuh ().
               Untuk bidang–bidang kristal yang berada pada hemisflis bawah (S) prinsip proyeksinya sama dengan menarik garis lurus dari titik kutub S) ke kutub utara dengan tanda titik lingkaran kecil terbuka (o)