GEOMETRI KRISTALOGRAFI
2.1. Proses Pembentukan Kristal
Kristal terbentuk
oleh adanya ikatan unsur-unsur kimia alam menurut konfigurasi elektron dengan
tekanan dan temperatur lingkungan pembentuknya. Komposisi kimia dalam kristal
sangat menentukan sifat fisik kimia mineral. Pembentukan kristal dapat berbentuk
ikatan-ikatan kimia. Susunan ikatan-ikatan tersebut tergantung pada jenis dan
macam unsur kimia setiap kristal. Jarak ikatan struktur dalam kristal atau
habluran adalah tertentu, bahkan membentuk lapisan-lapisan berjarak teratur dan
tersusun secara periodik. Susunan struktur dalam suatu kristal dapat dilihat
dengan jelas dengan dengan menggunakan alat diantaranya dengan menggunakan
sinar-X. Proses pembentukan kristal dapat terjadi dari perubahan fase (fase transformation) tertentu.
2.1.1. Fase Cair Ke Padat
Kristalisasi suatu
lelehan atau cairan sering terjadi pada skala luas di bawah kondisi alam
ataupun industri. Sebagai contohnya adalah pembentukan formasi batuan kristalin
massive selama solidifikasi magmatik, pengendapan lapisan garam yang tipis di bagian
bawah danau akibat penguapan. Batuan kristalin terbentuk pada 3 tahapan
kristalisasi yaitu : Primer, Prinsipal,
Residual.
- Tahap Primer
Kristal terbentuk di tempat yang dalam pada kerak bumi
dimana penurunan temperature berlangsung secara perlahan-lahan sehingga
terbentuk kristal yang besar dan sempurna. Pada tahap ini kristal dapat
terbentuk secara bebas karena ruang sekitarnya belum terisi zat padat kristal.
- Tahap Prinsipal
Pada tahap ini pembentukan kristal tidak secara bebas
karena sebagian ruang telah terisi zat padat kristalin dalam bentuk kristal
yang terbentuk tergantung pada bentuk kristal yang lain.
- Tahap Residual
Penurunan temperatur pada tahap inisanga tcepat sehingga
ion-ion yang masih tersisa akan mengisi rongga-rongga atau celah yang masih
tersisa. Pada tahap ini yang biasanya terbentuk adalah kristal halus atau
amorf.
2.1.2. Fase Gas Ke Padat (
Sublimasi )
Selama sublimasi
kristal di bentuk langsung dari uap menjadi padat tanpa melalui fase cair.
Bentuk kristal biasanya berukuran kecil dan kadang-kadang berbentuk rangka (skletalform). Dalam sublimasi yang
terjadi secara alam tersebut, di sebut “dry fissures” yang menghasilkan
berbagai variasi mineral oleh pengendapan dan pendinginan gas. Salah satu
contoh yang dapat diamati adalah pembentukan kerak sulfur pada kawah-kawah
gunung berapi yang masih aktif.
2.1.3. Fase Padat Ke Padat


d
a
n
T
t
(waktu)
Keterangan : A =
Batuan Bekul Luar
B =
Batuan Beku Gang (Korok)
C =
Bataun Beku Dalam
P &
T =
Tekanan dan Temperatur
Gambar 2.1. Proses Pembentukan Magma
2.2 Bentuk Kristal
Dari pembentukan kristal
maka akan kita dapat berbagai bentuk-bentuk kristal dan akan menghasilkan
struktur polyhedral yang sangat kompleks. Struktur “intergrouth” ataupun kembaran dapat dibentuk
dan dapat diketahui berdasarkan analisa sinar-X ataupun mikroskop. Tetapi yang
jelas struktur tersebut dapat digunakan untuk mengenal suatu jenis mineral.
Apabila pembentukan zat atau padatan memiliki susunan atom tidak teratur dan
tidak mempunyai bentuk tertentu (isotrop)
dengan sifat-sifat fisis ke berbagai arah, maka zat tersebut disebut dengan “non
kristal” (amorf). Tetapi bila bentuk
kristalnya sangat halus maka zatnya tersebut disebut dengan “Panidiomorf” atau
“Xenomorf”.
Bentuk kristal dikontrol oleh ion-ion penyusun mineral.
Pada umumnya, bentuk kristal dipengaruhi oleh P (tekanan) dan T (temperatur).
Penurunan temperatur yang lebih cepat akan memberikan ukuran kristal yang lebih
halus dan kecil. Penurunan temperatur yang teratur dan secara perlahan-lahan
akan menyebabkan terjadinya difusi, sehingga terjadi bentuk kristal yang
sempurna.
Menurut Kraus Hunt
Ramsdell, 1959 bentuk kristal dapat dibagi menjadi 3, yaitu :
1.
Bentuk Dasar (Fundamental)
Yaitu kristal yang dibatasi oleh bidang datar yang sama,
sering pula sebagai bentuk tunggal atau bentuk sederhana.
![]() |










a
: b : c
Gambar 2.2.
Bentuk Dasar
2.
Bentuk Kombinasi (Combinations)





![]() |
|||
![]() |
















![]() |
Gambar 2.3.
Bentuk Kombinasi
3.
Bentuk Modifikasi (Modified)
Yaitu bentuk kristal yang sudah diubah. Bentuk kristal
ini sudah tidak asli atau dasar lagi.
![]() |
Sistem
kristal orthorombic










Gambar 2.4.
Bentuk Modifikasi
Bentuk kristal menurut Kraus, Hunt, Ramsdell, (1959) kristal terbagi
menjadi beberapa kelompok, yaitu :
1.Sistem Cubic
Sistem
cubic, dinamakan demikian karena mepunyai bentuk paling teratur dan tetap dan
dikenal karena 3 porosnya yang sama panjang dan tegak lurus. Kelompok ini
terutama adalah bentuk :
Adapun pembagian
kelas simetrinya adalah :
Ø Octahedron
Bentuk ini terdiri
dari delapan permukaan.
![]() |



















Gambar 2.5. Octahedron
Ø Dodecahedron















Indeks
Weissnya = a : a : a
Indeks
Millernya = {110}
Gambar 2.6. Dodecahedron
Ø 



Hexahedron (cube)





![]() |




Gambar 2.7. Hexahedron
Ø Trigonal Trisoctahedron

















![]() |
Gambar 2.8. Trisoctahedron
Ø Tetragonal Trisoctahedron





















![]() |
Gambar 2.9. Tetragonal Trisoctahedron
Ø 



Tetrahexahedron





![]() |
Indeks
Weissnya = a : 2a : a










![]() |
Gambar 2.10. Tetrahexahedron
Ø 







Hexoctahedron








































![]() |
Gambar 2.11. Hexoctahedron
Ø Tetrahedron





Indeks
Millernya = {111}{111}
![]() |
Gambar 2.12. Tetrahedron
Ø Tetragonal Tristetahedrons
![]() |
















![]() |
Gambar 2.13. Tristetrahedron
Ø Trigonal Tristetrahedrons
















![]() |
Gambar 2.14. Trigonal Tristetrahedron
Ø Hextetrahedrons
![]() |












Indeks
Millernya ={hkl}{hkl}









![]() |
Gambar 2.15. Hextetahedron
Ø Pyritohedrons
![]() |































![]() |
Gambar 2.16. Pyritohedron
2.
Sistem Hexagonal
Sistem kristal heksagonal, dapat
dibedakan dari kristal sebelumnya karena tidak mepunyai tiga poros, tetapi
empat. Dari keempat poros itu hanya tiga porosnya yang terletak pada suatu
bidang datar yang membentuk sudut 60o : ketiga porosnya itu sama
panjangnya. Yang keempat berdiri tegak lurus pada ketiga poros lainnya dan
dapat lebih panjang atau lebih pendek. Bentuk terpenting dalam hal ini adalah :
Ø Hexagonal Bipyramid







Indeks
Weissnya = a : a : a : c
















Gambar 2.17. Hexagonal Bipyramid
Ø 

Hexagonal Prism
















![]() |
Gambar 2.18. Hexagonal Prism
Ø Rhombohedrons
![]() |
Indeks
Weissnya = a : a : a : mc







![]() |
|||
![]() |
Gambar 2.19. Rhombohedron
Ø Scalenohedrons







Indeks
Weissnya =na : pa: a: mc











![]() |
Gambar 2.20. Scalenohedrons
Ø Trigonal Prisms
![]() |







Indeks
Weissnya={1120}{2110}
![]() |
Gambar 2.21. Trigonal Prism
Ø Ditrigonal Pyramids
![]() |
Indeks
Weissnya = na:pa: a :mc









Gambar 2.22. Ditrigonal Pyramids
3.Sistem Tetragonal
Sistem tetragonal, mepunyai tiga poros
yang saling tegak lurus dan dua diantaranya sama panjang, sedangkan yang
satunya lebih panjang atau lebih pendek. Bentuk utama kelompok ini adalah :
Ø 



Tetragonal Bipyramid















Gambar 2.23. Tetragonal Bipyramid
Ø Ditetragonal Bipyramid
![]() |
Indeks
Weissnya = a : na : mc




![]() |
Gambar 2.24. Ditetragonal Bipyramid
Ø Tetragonal prism








![]() |
Gambar 2.25. Hexagonal Bipyramid
Ø Tetragonal Bisphenoids





Indeks Weissnya = a : a : mc
Indeks
Weissnya ={hhl}{hhl}
![]() |
Gambar 2.26. Tetragonal Bisphenoids
Ø Tetragonal Scalenohedrons










![]() |
Gambar 2.27. Tetragonal scalenohedrons
4. Sistem Orthorombic
Sistem orthorombik, mempunyai juga
tiga poros yang saling tegak lurus tetapi berbeda-beda panjangnya. Bentuk yang
paling terkenal dalam hal ini adalah :
Ø Orthorobic Bipyramid















Gambar 2.28. Orthorombic Bipyramid
Ø Prisms
![]() |



![]() |
Gambar 2.29. Prisms
Ø 




Domes


















![]() |
||
![]() |
Gambar 2.30. Domes
Ø Pinacoids
![]() |





![]() |
Gambar 2.31. Pinacoids
5
Sistem Monoklin
Sistem monoklin, memiliki tiga poros
yang berbeda-beda panjangnya dua diantaranya bersilangan membentuk sudut
miring, sedangkan yang ketiga berdiri tegak lurus pada poros itu. Termasuk
dikelompok ini antara lain adalah kristal dari orthoklas.
Ø Hemibipyramids
![]() |
Indeks Weissnya = a : b : c




![]() |
Gambar 2.32. Hemibipyramids
Ø Prisms
![]() |



![]() |
Gambar 2.33.Prisms
Ø Domes
![]() |







![]() |
|||
![]() |
Gambar 2.34. Domes
Ø Pinacoids
![]() |





![]() |
Gambar 2.35. Pinacoids
6.
Sistem Triklin
Sistem triklin, mempunyai tiga poros
yang berbeda-beda panjangnya yang ketiga-tiganya saling membentuk sudut miring.
Dalam sistem ini termasuk kristal dari plagioklas.
Ø Tetarto-bipyramids









![]() |
Gambar 2.36. Tetarto Bipyramid
Ø Hemiprisms











![]() |
Gambar 2.37. Hemiprisms
Ø Hemidomes
![]() |
Indeks Weissnya = a :
b : mc






![]() |
Gambar 2.38. Hemidomes
Ø Pinacoids
![]() |






![]() |
|||
![]() |
Gambar 2.39. Pinacoids
2.3. Sumbu dan Sudut Kristal
2.3.1. Sumbu Kristal
Sumbu
kristal adalah suatu garis lurus yang dibuat melalui pusat kristal. kristal
mempunyai 3 dimensial sehingga mempunyai
panjang, lebar, dan tinggi atau tebal. Tetapi dalam penggambaran bentuk kristal
dalam bidang kertas yang merupakan bentuk 2 dimensial sehingga digunakan
proyeksi orthogonal :
-
Sumbu a ialah sumbu yang tegak
lurus dengan bidang kertas gambar.
-
Sumbu b ialah sumbu horizontal
terhadap bidang kertas gambar.
-
Sumbu c ialah sumbu yang
vertikal atau tegak lurus pada bidang kertas gambar.
2.3.2. Sudut Kristal
Sudut kristal adalah sudut yang terbentuk oleh
perpotongan sumbu-sumbu kristal, dan saling berpotongan pada titik potong yang
disebut sebagai pusat kristal. Dari keseluruhan bentuk kristal polihedral
tersebut memiliki dua unsur utama dalam suatu susunan salib sumbu, yaitu sumbu
dan sudut kristalografi. Sumbu kristalografi ialah suatu garis lurus yang
dibuat melalui pusat kristal.
Ø Sudut α (Alpha) ialah sudut yang dibentuk oleh sumbu b dan sumbu c.
Ø Sudut β (Betha) ialah sudut yang terbentuk oleh sumbu a dengan c.
Ø Sudut γ
(Gamma) ialah sudut yang terbentuk oleh sumbu a dengan
sumbu b.
![]() |
α = Sudut Alpha
β = Sudut Betha γ = Sudut
Gamma
Gambar 2.40. Sudut Kristal
2.4. Kelas Simetri
Menurut Kraus, Hunt, dan Ramsdell (1959) pembagian kelas
simetriberdasarkan sistem kristal terbagi atas
1)
Sistem Isometrik
Ø Kelas Hexotachedral
Ø Kelas Pentagonal Icositetrahedral
Ø Kelas Hextetrahedral
Ø Kelas Dyakisdodecahedral
Ø Kelas Tetrahedral Pentagonal Dodecahedral
2). Sistem Tetragonal
Ø Kelas Ditetragonal Bipyramidal
Ø Kelas Tetragonal Trapezohedral
Ø Kelas Ditetragonal Pyramidal
Ø Kelas Tetragonal Scalenohedral
Ø Kelas Tetragonal Bipyramidal
Ø Kelas Tetragonal Pyramidal
Ø Kelas Tetragonal Bisphenoidal
3). Sistem Hexagonal
Ø Kelas Dihexagonal Bipyramidal
Ø Kelas Dihexagonal Pyramidal
Ø Kelas Hexagonal Trapezohedral
Ø Kelas Hexagonal Bipyramidal
Ø Kelas Hexagonal Pyramidal
Ø Kelas Ditrigonal Bipyramidal
Ø Kelas Ditrigonal Pyramidal
Ø Kelas Ditrigonal Scalenohedral
Ø Kelas Trigonal Trapezohedral
Ø Kelas Trigonal Rhombohedral
Ø Kelas Trigonal Pyramidal
Ø Kelas Trigonal Bipyramidal
4). Sistem Orthorombic
Ø Kelas Orthorombic Bipyramidal
Ø Kelas Orthorombic Bisphenoidal
Ø Kelas Orthorombic Pyramidal
5). Sistem Monoklin
Ø Kelas Prismatic
Ø Kelas Sphenoidal
Ø Kelas Domatic
6). Sistem Triklin
Ø Kelas Pinacoidal
Ø Kelas Assimetric atau Pedial
Ada beberapa cara untuk menentukan kelas simetri dari suatu bentuk kristal,
diantaranya yang umum digunakan adalah menurut “Herman Mauguin” dan
“Scoenflish”.
2.4.1. Kelas Simetri Menurut Herman Mauguin
1.
Sistem Isometrik
Bagian I : Menerangkan nilai
sumbu utama, mungkin bernilai 2, 4, atau 4
Bagian II : Menerangkan sumbu
tambahan pada arah (111), apakah
sumbu
tersebut bernilai 3 atau 3.
Bagian III : Menerangkan sumbu tambahan bernilai dua atau tidak
bernilai,
yang memiliki arah (110) atau arah lainnya terletak
tepat diantara dua buah sumbu utama.
2.
Sistem Tetragonal
Bagian I : Menerangkan nilai
sumbu c (mungkin bernilai 4 atau 4).
Bagian II : Menerangkan nilai
sumbu horizontal.
Bagian III : Menerangkan nilai tambahan yang terletak diantara dua
sumbu utama
lateral.
3.
Sistem Hexagonal dan Trigonal
Bagian I : Menerangkan nilai
sumbu c, mungkin bernilai 6, 6, 3 atau 3.
Bagian II : Menerangkan nilai
sumbu utama horizontal (sumbu a, b dan d)
Bagian III : Menerangkan ada tidaknya nilai sumbu tambahan yang
terletak tepat diantara dua
sumbu utama horizontal berarah
(1010).
4.
Sistem Orthorombic
Terdiri atas tiga bagian yang dimulai dengan menerangkan nilai sumbu
a, b, dan c.
5.
Sistem Monoklin
Terdiri dari satu bagian yaitu hanya menerangkan nilai sumbu b.
6.
Sistem Triklin
Sistem triklin hanya mempunyai dua kelas simetri yang menerangkan
ada tidaknya pusat simetri.
Keseluruhan bagian tersebut diatas (
bagian I, II, III ) harus diselidiki ada tidaknya bidang simetri yang tegak
lurus terhadap sumbu yang dianalisa. Jika ada maka penulisan nilai sumbu
diikuti dengan huruf m (bidang simetri). Di bawahnya, kecuali untuk sumbu yang
bernilai 1 ditulis dengan m saja.
Contoh :
6/m : Sumbu simetri bernilai 6 dan terhadapnya terdapat bidang
simetri yang tegak
lurus
3 : Sumbu inversi bernilai 3, tetapi terhadapnya tidak
terdapat bidang simetri
yang tegak lurus
m : Sumbu yang dianalisa tidak bernilai (= bernilai 1) dan
terhadapnya terdapat
bidang simetri yang tegak lurus.
o
dinotasikan dengan huruf V
o
dinotasikan dengan huruf D
2.4.2. Sumbu Simetri Menurut Scoenflish
- Sistem Regular
Hanya dibagi atas dua bagian yaitu :
Bagian I : menerangkan nilai sumbu c, apakah bernilai 2, dan 4
- Jika bernilai 4
dinotasikan dengan huruf O (Oktahedral)
- Jika bernilai 2
dinotasikan dengan huruf T (Tetrahedral)
Bagian II : Menerangkan kandungan
bidang simetri bila mempunyai
- Bidang simetri
horizontal
- Bidang simetri
vertikal
- Bidang simetri
diagonal
Ketiganya dinotasikan
dengan h
Bila mempunyai :
- Bidang simetri
horizontal
- Bidang simetri
vertikal
Keduanya dinotasikan
dengan h
Bila mempunyai :
- Bidang simetri
vertikal
- Bidang simetri
diagonal
Keduanya dinotasikan
dengan v
Bila mempunyai bidang simetri
digonal bernotasikan dengan huruf d
- Sistem Tetragonal, Hexagonal, Trigonal, Rhombic, Monoklin, dan Triklin
Penentuan kelas simetri berdasarkan atas tiga bagian yaitu :
Bagian I :
Menerangkan nilai sumbu lateral atau sumbu tambahan ada dua
kemungkinan
- Kalau bernilai
dua dinotasikan dengan huruf D (Diedrish)
- Kalau tidak
bernilai dinotasikan dengan huruf C (Cyclich)
Bagian II :
Menerangkan nilai sumbu c, yang
nilainya ditulis agak kekanan agak bawah
dari notasi D atau C
Bagian III :
Menerangkan kandungan unsur simetri
:
- Bidang simetri
Horizontal bernotasi huruf h
- Bidang simetri
Vertikal bernotasi huruf h
- Bidang simetri
Diagonal bernotasi huruf h
Bila mempunyai :
- Bidang simetri
horizontal bernotasikan huruf h
- Bidang simetri
vertikal bernotasikan huruf h
Bila mempunyai :
- Bidang simetri
bernotasikan huruf v
- Bidang simetri
diagonal bernotasikan huruf d
Tabel 2.1 Kelas Simetri Menurut
Scoenflish
No
|
Kelas Simetri
|
Notasi (Simbolisasi)
|
1
|
Ditragonal
Bipyramidal
|
D4h
|
2
|
Ditragonal
Pyramidal
|
C4v
|
3
|
Tetragonal
Bipyramidal
|
C4h
|
4
|
Tetragonal
Dispenoidal
|
S4
|
5
|
Asymetrik
|
C4
|
6
|
Trigonal
Rhombohedral
|
D3
|
7
|
Ditrigonal
Scalenohedral
|
D3d
|
2.5 Order Simetri

![]() |
Gambar 2.41. (A). Order sistem tetragonal
terhadap posisi sumbu utama.
(B). Order sistem hexagonal terhadap posisi
sumbu utama.
Pada order pertama (first
order), sumbu a dan b memotong rusuk kristal tepat pada sumbu yang sama.
Tetragonal prisma akan mempunyai simbol (110) dan hexagonal prisma (1120).
Bentuk order kedua
(second order), sama dengan bidang
berpotongan secara tegak lurus dengan sumbu a dan b, simbol untuk tetragonal
prisma (100), tetragonal pyramid (101). Dalam sisitem hexagonal sumbu a dan b
memotong bidang dengan sudut yang sama, sehingga dalam bentuk prisma akan
mempunyai indices (1010).
Bentuk order ketiga
(thirth order), bidang memotong sumbu
kristal pada sudut yang tidak sama. Hexagonal prisma (2130) dan tetragonal
prisma (210).
Bentuk-bentuk
lainnya juga dapat memiliki order yang mungkin positif atau negatif, tergantung
posisi mereka terhadap sumbu-sumbu kristalografi.
2.6. Simbol Bidang Kristal





Gambar 2.42. Posisi Bidang Kristal
Jarak OA, OB dan OC disebut
“parameter” bidang OA : OB : OC disebut
sebagai “Parameter Ratio” yang sering disingkat dengan a : b : c jika ketiga
sumbu sama panjang maka ditulis dengan a, a, a (a), tetapi bila ada dua sumbu
yang sama panjang ditulis dengan a, a, c (a, c).
Ada beberapa cara
untuk menentukan atau menerangkan (menuliskan) parameter ratio, diantaranya
yang paling umum digunakan pada sumbu yang diukur dibagi dengan satuan ukuran
panjang. Sedangkan Miller membuat simbolisasi yang merupakan kebalikan Weiss.
Miller membagi satuan bidang menjadi
(HKL) dimana:
H = Satu persatuan panjang parameter
pada sumbu a
K = Satu persatuan panjang parameter
pada sumbu b
L = Satu persatuan panjang parameter
pada sumbu c
Contoh :
Bidang PQR adalah bidang satuan yang dipakai untuk menggambar suatu
bentuk kristal. Bidang HKL adalah suatu bidang kristal.
Simbolisasi Weiss
= OH/OP : OK/OQ : OL/OR
= (3/1) a : (3/1) b : (2/1) c
= 3a : 3b : 3c
Simbolisasi Miller
= OP/OH : OK/OQ : OR/OL
= (1/3) : (1/3) : (1/2)
= 2
: 3 :
3
Harga parameter ratio suatu bidang dengan kurung biasa
disebut dengan “Indices”, yaitu suatu garis bayangan yang dibuat tegak lurus
bidang analisa dan menembus pusat kristal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar