SISTEM KRISTAL DAN DESKRIPSI
4.1. Sistem Isometrik
Gambar 4.1. Salib
Sumbu Sistem Isometrik
Sistem isometrik sering juga disebut dengan sistem regular, ada juga orang yang menyebutnya
dengan sebutan kubik, tesseral, atau juga yang menyebutnya
dengan tessular
Dalam sebenarnya, axial ratio dari sistem isometrik ini
adalah sumbu a sama dengan sumbu b sama dengan sumbu c. Sudut kristalografi
dari sistem isometrik ini yaitu sudut α (sudut antara sumbu b dan sumbu c) sama
dengan sudut β (sudut antara sumbu a dan sumbu c) dan sama dengan sudut γ (sudut
antara sumbu a dan sumbu b) yaitu 90o.
Dalam hal cara penggambarannya, sistem isometrik ini
memiliki perbandingan sumbu yaitu sumbu a berbanding dengan sumbu b berbanding
dengan sumbu c yaitu sebesar 1 berbanding 3 dan berbanding 3.
Dalam hal penggambaran ini juga terdapat sudut antar
sumbu yang terbentuk yaitu antara sumbu a+ dan b-
membentuk sudut sebesar 30o.
Menurut Kraus,
Hunt, Ramsdell (1959), sumbu a sama dengan sumbu b sama dengan sumbu c,
maka dalam apa yang mereka paparkan dalam buku mereka ini mereka menyimpulkan a
= b = c disebut juga dengan sumbu a.
Axes kristalografi. Semua kristal yang mana dapat
menunjukkan 3 (tiga) yang sama atau serupa dan tegak lurus terhadap sumbu
sistem isometrik. Gambar ini menunjukkan persilangan axial. Axis yang pertama
menarik vertikal yang keras, yang kedua memperpanjang dari bidang bagian muka
atau depan menuju ke bidang bagian belakang, dan yang ketiga dari kanan ke
kiri. Semua sumbu yang dapat dipertukarkan, setiap bidang menunjuk dengan “a”.
Sejak tidak ada elemen yang tidak mereka ketahui dari sistem kristal ini, semua
isi atau pokok, tidak memperhatikan daripada komposisi kimianya, sistem pengkristalan
dengan mempunyai bentuk yang sam dengan rasio parameternya harus dari proses
keperluan sama sudut-sudut interfacial
![]() |
Gambar 4.2. Salib Sumbu Sistem Cubic
4.2. Sistem Tetragonal
![]() |
Gambar 4.3. Salib Sumbu Sistem Tetragonal
Sistem tetragonal ini sering juga disebut dengan sistem
quadratic.
Dalam sebenarnya, axial ratio dari sistem tetragonal ini
yaitu sumbu a sama dengan sumbu b tetapi tidak sama dengan sumbu c. Sumbu c
bisa lebih panjang atau lebih pendek. Jika sumbu c lebih panjang dari sumbu a
dan sumbu b disebut bentuk panjang (columnar).
Dan jika sumbu c lebih pendek dari sumbu a dan sumbu b disebut bentuk gemuk (stout).
Sudut kristalografi dari sistem tetragonal ini sama
dengan sudut kristalografi sistem isometrik yaitu sudut α (sudut antara sumbu b
dan sumbu c) sama dengan sudut β (sudut antara sumbu a dan sumbu c) dan sudut γ
(sudut antara sumbu a dan sumbu b) yaitu sebesar 90o.
Dalam hal cara penggambarannya, sistem tetragonal ini
memiliki perbandingan sumbu yaitu sumbu a berbanding dengan sumbu b berbanding
dengan sumbu c yaitu 1 berbanding 3 berbanding 3.
Dalam hal penggambaran ini juga terdapat sudut antar
sumbu yang terbentuk yaitu antara sumbu a+ dan b-
membentuk sudut sebesar 30o.
Menurut Kraus,
Hunt, Ramsdell (1959), sumbu a sama dengan sumbu b tetapi tidak sama dengan
sumbu c. Maka dari pada itu, dalam buku ini mereka beranggapan sumbu b
dinotasikan dengan a, b merupakan simbol sumbu tambahan.

Gambar 4.4.
Salib
Sumbu Sisitem Tetragonal
4.3. Sistem Hexagonal dan
Trigonal
![]() |
Gambar 4.5. Salib Sumbu Sistem Hexagonal
dan Trigonal
Sistem hexagonal dan trigonal merupakan sistem kristal
yang sama, yang membedakan dari kedua sistem kristal ini adalah jumlah sisinya.
Jumlah sisi sistem hexagonal berjumlah 6 buah, sedangkan jumlah sisi sistem
trigonal hanya 3.
Dalam sistem kristal ini yang membedakan dari
sistem-sistem kristal lain yaitu sistem ini memiliki empat buah sumbu. Dimana
terdapat sumbu tambahan sebagai sumbu utama yaitu sumbu d. Sumbu c tegak lurus
terhadap ketiga sumbu lainnya. Sumbu a, sumbu b, dan sumbu d masing-masing
membentuk sudut 120o satu terhadap yang lainnya. Dalam sebenarnya,
axial ratio dari sistem hexagonal dan trigonal ini yaitu sumbu sama dengan
sumbu b sama dengan sumbu d, tetapi tidak sama dengan sumbu c.
Sudut kristalografi sistem hexagonal dan trigonal ini
yaitu sudut α (sudut antara sumbu b dan c) sama dengan sudut β (sudut antara
sumbu a dan sumbu c) sama dengan 90o. Sedangkan sudut γ (sudut
antara sumbu a dan sumbu b) sebesar 120o.
Dalam hal penggambarannya, sistem hexagonal dan trigonal
ini memiliki perbandingan sumbu yaitu sumbu a berbanding dengan sumbu b
berbanding dengan sumbu c yaitu 1 berbanding 3 berbanding 6.
Dalam hal cara penggambaran ini juga terdapat sudut
antar sumbu yang terbentuk yaitu antara sumbu a+ dan b-
membentuk sudut sebesar 20o. Selain itu juga terdapat sudut yang
terbentuk antara sumbu d- dan b+ sebesar 40o.
Pada penggambaran sistem trigonal, ada hal yang
membedakannya dari sistem hexagonal yaitu bila sudah terbentuk bidang dasarnya
kemudian dibuat segitiga dengan menghubungkan dua titik sudut yang melewati
satu titik sudutnya.
Menurut Kraus,
Hunt, Ramsdell (1959), sumbu a disini ada tiga, yaitu a1, a2,
a3. Disini, sumbu c merupakan sumbu yang terpanjang. Sumbu utama
yang horizontal disebut sumbu a. ketiga sumbu ini dapat dipertukarkan dalam
penentuan posis a1, a2, a3. keempat sumbu ini
tegak lurus dipermukaan sumbu utama horizontal dan disebut sumbu c. sumbu ini
mungkin lebih panjang atau lebih pendek.
![]() |
Gambar 4.6. Salib Sumbu Sistem Hexagonal
dan Trigonal
4.4. Sistem Orthorombic.
![]() |
Gambar 4.7. Salib Sumbu Sistem Orthormbic
Sistem orthorombic ini sering juga disebut dengan rhombic.
Sistem ini memiliki tiga buah sumbu yang saling tegak
lurus, tetapi memiliki panjang yang berbeda. Axial ratio dari sistem
orthorombic ini yaitu sumbu a tidak sama dengan sumbu b dan tidak sama dengan
sumbu c. Sudut kristalografinya sama dengan sistem isometri dan tetragonal
yaitu sudut α (sudut antara sumbu b dan sumbu c) sama dengan sudut β (sudut
antara sumbu a dan sumbu c) sama dengan sudut γ (sudut antara sumbu a dan sumbu
b).
Dalam hal cara penggambarannya, sistem orthorombic
memiliki perbandingan sumbu a berbanding dengan sumbu b berbanding dengan sumbu
c yaitu ketiganya berbanding sembarang.
Dalam hal penggambaran ini juga terdapat sudut yang
terbentuk antar sumbu yaitu antara sumbu a+ dan sumbu b-
membentuk sudut sebesar 30o.
Dalam sistem orthorombic ini, Kraus, Hunt, Ramsdell (1959), penggambaran salib sumbunya sama
dengan apa yang kita pelajari selama ini. Akan tetapi, mereka menyebut sumbu a dengan
brachyaxis, sumbu b dengan macroaxis, dan sumbu c dengan vertical atau c axis.
4.5. Sistem Monoklin
![]() |
Gambar 4.8. Salib Sumbu Sistem Monoklin
Pada sistem monoklin ini memiliki tiga buah sumbu dan
salah satu sumbunya yang tegak luru terhadap yang lainnya. Sumbu a tegak lurus
terhadap sumbu b, begitu juga sebaliknya sumbu b tegak lurus terhadap sumbu a.
Ketiga sumbu ini tidak sama panjang. Pada umumnya, sumbu c paling panjang dan
sumbu b paling pendek.
Axial ratio dari sistem monoklin ini yaitu sumbu a tidak
sama dengan sumbu b dan tidak sama dengan sumbu c. Sudut kristalografi dari
sistem monoklin ini yaitu sudut α (sudut antara sumbu b dan sumbu c) sama
dengan sudut γ (sudut antara sumbu a dan sumbu b) sebesar 90o.
Sedangkan sudut β (sudut antara sumbu a dan sumbu c) tidak sama dengan sudut α
dan sudut γ.
Dalam hal cara penggambarannya, sistem monoklin ini sama
dengan sistem orthorombic, yaitu sumbu a berbanding dengan sumbu b berbanding
dengan sumbu c yaitu ketiga sumbu ini berbanding sembarang. Selain itu, juga
terdapat sudut yang terbentuk antar sumbu yaitu antara sumbu a+ dan
sumbu b- membentuk sudut 45o.
Dalam sistem monoklin ini, Kraus, Hunt, Rumsdell (1959), penggambaran salib sumbu yang mereka
paparakan sama dengan apa yang telah kita pelajari sekarang ini. Akan tetapi,
mereka menyebut sumbu a dengan clinoaxis
dan sumbu b dengan orthoaxis.
4.6. Sistem Triklin
![]() |
Gambar 4.9. Salib Sumbu Sistem Triklin
Sistem triklin ini memiliki tiga sumbu yang saling tegak
lurus, dan panjang masing-masing sumbunya tidak sama.
Axial ratio dari sistemtriklin ini yaitu sama dengan
sistem ortorombic dan sistem monoklin, dimana sumbu a tidak sama dengan sumbu
dan tidak sama dengan sumbu c. Sudut kristalografi dari sistem triklin ini
yaitu sudut α (sudut antara sumbu b dan sumbu c) tidak sama dengan sudut β
(sudut antara sumbu a dan sumbu c) tidak sama dengan sudut γ (sudut antara
sumbu a dan sumbu b) sama dengan 90o.
Dalam hal cara penggambarannya, sama juga dengan sistem
orthorombic dan sistem monoklin yaitu sumbu a berbanding dengan sumbu b dan
berbanding dengan sumbu c yaitu ketiganya berbanding sembarang. Selain itu,
juga terdapat sudut yang terbentuk antar sumbu, yaitu a+ dan b-
membentuk sudut sebesar 45o. Dan juga antara sumbu b- dan
c+ sebesar 80o.
Seperti dua sistem yang sebelumnya, Kraus, Hunt, Ramsdell (1959), juga memaparkan dalam penggambaran sistem
triklin ini sama dengan apa yang telah kita pelajari sebelumnya. Akan tetapi,
mereka menyebut sumbu a dengan brachyaxis,
sumbu b dengan macroaxis, dan sumbu c
dengan vertical axis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar